Minggu, 03 Januari 2010

Arif Sujatmiko....... dapat beasiswa, siapa menyusul?

Kesempatan seorang siswa untuk menikmati layanan pendidikan gratis apalagi di sebuah perguruan tinggi ternama, seperti Universitas Gadjah Mada merupakan kesempatan langka namun bukan berarti hal tersebut tidak dapat diwujudkan.

Seperti yang dialami oleh dua siswa sekolah menengah atas (SMA) di Yogyakarta, yaitu Muhammad Arif Sujatmiko (18) dan Vannisa Amalia Luthfitriaputri (16), keduanya berasal dari keluarga kurang mampu.

Kedua siswa yang masuk melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) tersebut seperti mendapat durian runtuh karena dapat menikmati pendidikan gratis selama delapan semester di UGM di fakultas yang menjadi pilihan hati mereka.

"Katanya sih gratis, sama sekali tidak dipungut bayaran sepeserpun selama empat tahun," kata Arif, siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Wonokromo Bantul.

Arif, anak bungsu dari tiga bersaudara tersebut diterima menjadi mahasiswa strata satu (S1) reguler di Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan, sedangkan, Vannisa berhasil diterima di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri.

"Saya ingin jadi birokrat, sehingga memilih fakultas ini sehingga bisa banyak belajar mengenai pemerintahan," katanya.

Kedua calon mahasiswa tersebut mengaku keberhasilannya masuk ke UGM tersebut tidak terlepas dari peran guru di sekolah masing-masing.

"Kami didaftarkan oleh sekolah, tetapi yang memilih jurusan adalah kami sendiri," kata Vannisa, siswa SMAN 3 Yogyakarta itu.

Vannisa menyatakan, dari dua siswa yang diajukan sekolah untuk masuk ke UGM melalui jalur beasiswa tersebut hanya satu yang diterima, sedangkan dari MAN Wonokromo, dua siswa yang diajukan sekolah semuanya diterima di UGM.

Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan UGM, Haryanto menyatakan, total biaya yang diperlukan untuk belajar selama delapan semester di UGM diperkirakan mencapai sekitar Rp20 juta yang akan ditanggung oleh mitra UGM.

"Jika masa belajarnya lebih dari delapan semester, maka biaya pada semester berikutnya menjadi tanggungan siswa itu sendiri," ujarnya.

Selain PBUTM, UGM juga membuka berbagai jalur PBU lain diantaranya penelusuran bibit unggul berprestasi (PBUB) dengan biaya kuliah selama delapan semester akan ditanggung oleh UGM untuk PBUB beasiswa dan oleh orang tua untuk PBUB mandiri.

Bagi atlet berprestasi, UGM juga menyediakan jalur penelusuran bakat olahraga dan seni (PBOS). Pada tahun ajaran 2009, telah ada 34 mahasiswa yang diterima melalui jalur tersebut.

Haryanto menyebut, jumlah pendaftar PBOS mencapai 293 orang, namun yang memenuhi syarat hanya 53 orang dan yang lolos tes ketrampilan sesuai dengan bakat mereka hanya 34 orang.

"Semua program studi membuka peluang bagi calon mahasiswa yang ingin mengikuti PBOS, kecuali untuk kedokteran," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Panitia UM UGM, Dr Ir Budi Prasetyo, menyatakan kuota mahasiswa yang akan diterima melalui jalur PBU adalah maksimal 30 persen.

Namun kuota tersebut biasanya tidak terpenuhi. "Target tahun ini terpenuhi 26 persen setelah tahun lalu terpenuhi 23 persen," lanjutnya.

Selain menerima mahasiswa dari jalur PBU, UGM juga membuka kesempatan penerimaan melalui Ujian Masuk (UM) dan juga Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Kuota untuk UM adalah yang terbesar yakni 52 persen, sedang untuk jalur SNMPTN hanya 18 persen.

Pengin jadi dosen di luar negeri, ini contohnya....

Dosen Indonesia di Inggris Raih Staf Akademik Terbaik

Jumat, 25 Desember 2009 03:47 WIB

London (ANTARA News) – Seorang warga Indonesia Dr. Yanuar Nugroho, peneliti dan pengajar di Institut Kajian Inovasi (Manchester Institute of Innovation Research/MIOIR) dan Pusat Informatika Pembangunan (Centre for Development Informatics/CDI) meraih penghargaan sebagai staf akademik terbaik (Academic of the Year Award) 2009 di Universitas Manchester, Inggris.

Penghargan sebagai Staf Akademik Terbaik 2009 di Manchester Business School di Universitas Manchester, Inggris dianugerahkan pimpinan Manchester Business School (MBS) di the University of Manchester kepada Dr Yanuar Nugroho, dalam satu upacara.

Menurut Yanuar kepada koresponden Antara London, Kamis , kriteria utama penilaian penghargaan ini adalah kontribusi akademik lewat penelitian, tulisan, seminar, kuliah dan konferensi.

Selain itu, transfer pengetahuan melalui pelatihan internal dan supervisi mahasiswa Master dan Doktoral, ujar ayah satu orang putri Diandra Aruna Mahira, (5) dan seorang putra Linggar Nara Sindhunata (2,5)

Dalam dua tahun terakhir, istri Dominika Oktavira Arumdati, terlibat dalam lebih dari 15 penelitian yang didanai oleh Uni Eropa (EU/EC), Dewan Riset Inggris (RCUK), Dewan Riset Eropa (ERC), dan Departemen Industri dan Perdagangan Inggris (DTI).

Selain mempublikasikan tulisan di berbagai jurnal internasional, presentasi di konferensi-konferensi kelas dunia, dan menjadi dosen tamu di beberapa universitas termasyur seperti Oxford dan Cambridge.

Saat ini Dr. Nugroho membimbing dua mahasiswa sarjana, lima mahasiswa master dua diantaranya dari Indonesia dan satu diantaranya lulus dengan pujian atau `distinction? ? atau cum laude, menjadi supervisor satu mahasiswa doktoral dan advisor tiga mahasiswa doktoral lainnya.

Dr. Nugroho menyatakan sebenarnya ia samasekali tidak menyangka akan memenangkan penghargaan ini. “Saya baru diberitahu bahwa saya dinominasikan sebagai kandidat pada bulan Nopember yang lalu,” ujar pria kelahiran Januari 1972.

Dr. Nugroho, alumnus Teknik Industri ITB 1994, mendapatkan PhD-nya dari Universitas Manchester dalam waktu kurang dari 3 tahun pada 2007, menyelesaikan post-doktoralnya tahun 2008 dan sejak Agustus 2008 menjadi staf penuh di Universitas Manchester.(*)

Islam Fanatik?

Tanda sikap ekstrim yang paling mencolok, menurut Dr. Yusuf Qardhawi, adalah fanatik pada suatu pendapat dengan fanatisme yang keterlaluan, sehingga tidak mau mengakui keberadaan pendapat lain. (Islam Ekstrem: Analisis dan Pemecahannya, hlm. 32)

Apa sajakah ciri-ciri orang ekstrim-fanatik yang tidak mau mengakui pendapat lain?

Berikut ini tujuh ciri orang-orang ekstrim yang terlalu fanatik dan tidak mau menerima keberadaan pendapat lain.

1) Mereka mengulang-ulang dalil tertentu saja, yaitu yang menopang pendapat mereka, seraya mengabaikan dalil lain yang menentang pendapat mereka.

Contohnya, mereka gembar-gemborkan hadits yang menyatakan terlarangnya berduaan dengan nonmuhrim, tetapi mereka mengabaikan keberadaan hadits lain yang menyatakan bahwa ada kalanya berduaan itu justru merupakan sunnah Nabi. (Lihat artikel “Berduaan dengan Pacar, Haramkah?“).

2) Mereka menyalahgunakan dalil ‘pemisah antara yang haq dan yang batil’, di antaranya: hadits “Yang halal itu jelas [halal] dan yang haram itu jelas [haram].” (HR Bukhari & Muslim)

Contohnya, karena mengira bahwa pacaran itu jelas-jelas mendekati zina, mereka menganggap bahwa pacaran itu jelas haram. Lalu mereka tidak menerima pendapat lain yang mengatakan bahwa pacaran itu tidak selalu haram.

3) Mereka mengira bahwa mereka tahu pasti mana yang haram dan mana yang halal (dan bahwa orang lain yang tidak sependapat dengan mereka tidak tahu sama sekali mana yang haram dan mana yang halal).

Mereka lupa bahwa hadits tadi ada lanjutannya, yaitu “dan di antara keduanya terdapat musyabbihat [yang tidak jelas apakah halal ataukah haram] yang tidak diketahui oleh sebagian besar orang.” Kalau pun menyadari adanya keterangan lanjutan tersebut, mereka menyangka bahwa mereka pasti bukan tergolong sebagian besar orang yang tidak tahu hal-hal yang musyabbihat itu.

4) Mereka sering menyampaikan fatwa dan hasil ijtihad (dengan menggunakan istilah lain, misalnya: konsultasi, tausiyah, materi tarbiyah, oase iman, dll.) dalam persoalan-persoalan yang bukan spesialisasi mereka, tetapi justru menentang fatwa dan hasil ijtihad ulama spesialis yang berseberangan dengan mereka.

Contohnya, spesialisasi Abu Syuqqah adalah hubungan pria-wanita, tetapi mereka menentang hasil ijtihadnya yang menyarankan adanya hubungan percintaan sebelum peminangan. Padahal, spesialisasi mereka bukanlah hubungan pria-wanita. Contoh lain, spesialisasi Quraish Shihab adalah tafsir Al-Qur’an, tetapi mereka menentang fatwa beliau yang mengatakan bahwa pacaran atau hubungan percintaan sebelum peminangan itu TIDAK selalu mendekati zina, ketika beliau menafsirkan ayat “dan janganlah kau dekati zina. …”. Padahal, mereka bukanlah ahli tafsir. (Lihat artikel “Fatwa Pacaran: Siapa Yang Salah?“).

5) Mereka maunya disimak, tetapi tidak mau menyimak.

Orang-orang yang ekstrim seperti itu seolah-olah berkata kepada kita, “Adalah hakku untuk berbicara dan kewajibanmu untuk mengikuti.” (Islam Ekstrem, hlm. 33) Kalau pun menyimak suara kita, mereka melakukannya secara parsial, tidak seutuhnya, sehingga mereka salah paham.

6) Mereka bersikap keras (dan kasar) bila pendapat mereka tidak kita ikuti.

Kalau kita tidak mengikuti pendapat mereka, muncullah perilaku mereka yang kekanak-kanakan, yaitu mencari-cari kesalahan kita, bahkan sampai mengintimidasi atau menteror kita dengan berbagai tuduhan seperti “bid’ah, kafir, musuh Islam, jaringan iblis laknat, dsb.”. Mereka tak sadar bahwa pendapat siapa pun (kecuali Nabi) boleh ditinggalkan.

7) Mereka menolak jalan tengah.

Mereka itu menderita penyakit “gampangan dan terlalu berhati-hati”. (Lihat Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 3, hlm. 74-75.) Gejala penyakit mental ini terlihat ketika mereka cenderung menganggap bahwa di depan kita hanya ada dua pilihan: (a) tradisi Arab yang mereka klaim sebagai syariat Islam, misalnya “taaruf”, yang gampang mereka jalani, atau (b) budaya Barat yang menurut mereka, demi kehati-hatian, tidak perlu diislamisasi, misalnya “berduaan dengan pacar”. Tentu saja, karena ‘pacaran islami’ merupakan jalan tengah, mereka pun menentang keberadaannya.

by http://muhshodiq.wordpress.com/